Telaah Perkembangan Asuransi Syariah di
Indonesia
Secara
bahasa asuransi disebut pula takaful, ta’mim, atau tadhamum, yaitu suatu usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui
innvestasi dalam bentuk aset atau tabarru’ melalui akad sesuai dengan syariah.[1]
Adapun
yang melandasi asuransi syariah tersebut sebagaimana fatwa DSN MUI No.
21/DSN-MUI/X/2000, yaitu :
1. QS. Al-Hasyr [59] : 18 :
Artinya : “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
2. QS. Al-Maidah [5] : 1 :
Artinya : “ Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”
[388] Aqad (perjanjian)
mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh
manusia dalam pergaulan sesamanya.
3. QS. Al-Nisa [4] : 58 :
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.
4. QS. Al-Maidah [5] : 2 :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan
binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah
berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya
(kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
[389] Syi'ar Allah Ialah:
segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat
mengerjakannya.
[390] Maksudnya antara
lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah
Haram (Mekah) dan Ihram., Maksudnya Ialah: dilarang melakukan peperangan di
bulan-bulan itu.
[391] Ialah: binatang
(unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri
kepada Allah, disembelih ditanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir
miskin dalam rangka ibadat haji.
[392] Ialah: binatang
had-ya yang diberi kalung, supaya diketahui orang bahwa binatang itu telah
diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
[393] Dimaksud dengan
karunia Ialah: Keuntungan yang diberikan Allah dalam perniagaan. keredhaan dari
Allah Ialah: pahala amalan haji.
5. Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah
:
Artinya : “Orang
yang melepaskan seorang muslim dari kesulitan dunia, Allah akan melepaskan
kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-hamba-Nya
selama dia (suka) menolong saudaranya.”
6. Riwayat Imam Muslim dari Nu’man bin
Basyir :
Artinya :
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai
bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit, maka bagian
lain akan turut menderita.”
7. Kaidah Fikih :
a. “Al aslu fil mu’aamalti al ibaahah
illa an yadullu daliilun ‘ala tahrimihaa” artinya : Pada dasarnya semua
bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b. “Adhoruru yudfa’u biqadarilmakani”
artinya : segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.
c. “Adhoruru Yuzalu” artinya :
segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.
Berlandaskan
landasan diatas, DSN MUI menetapkan bahwa asuransi sah apabila sesuai dengan
hal-hal sebagai berikut :
-
Ketentuan
Umum
a. Asuransi Syariah (ta’min, takaful atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/ atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
b. Akad yang dimaksud sesuai syariah pada
poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maisir (perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
c. Akad Tijaroh adalah semua bentuk akad
yang dilakukan untuk tujuan komersil.
d. Akad Tabarru’ adalah semua bentuk akad
yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong, bukan semata untuk
tujuan komersil.
e. Premi adalah kewajiban peserta
asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan dalam akad.
f.
Klaim
adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
-
Akad
dalam Asuransi
a. Akad yang dilakukan antara peserta
dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru’.
b. Akad tijaroh yang dimaksud dalam ayat
(1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.
c. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus
disebutkan :
(1) Hak dan kewajiban peserta dan
perusahaan;
(2) Cara dan waktu pembayaran premi;
(3) Jenis akad Tijarah dan/atau akad
tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi
diadakan.
-
Kedudukan
para pihak dana akad tijarah dan tabarru’
a. Dalam akad tijarah (mudharabah),
perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai
shahibu al-maal (pemegang polis);
b. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta
memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
-
Ketentuan
dalam akad tijarah dan tabarru’
a. Akad Tijarah dapat diubah menjadi akad
tabarru’ bila pihak yang bertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
b. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah
menjadi akad tijarah.
-
Jenis
asuransi dan akadnya
a. Dipandang dari segi asuransi itu
terdiri dari atas asuransi kerugian dan
asuransi Jiwa;
b. Sedangkan akad bagi kedua jenis
asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
-
Premi
a. Pembayaran premi yang didasarkan akad
tijarah dan jenis akad tabarru’;
b. Untuk menentukan besaran premi
perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita
untuk asuransi jiwa dan tabel mortabita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat
tidak memasukan unsur riba untuk perhitungannya.
c. Premi yang berasal dari jenis akad
mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-bagikan kepada peserta.
d. Premi yang berasal dari jenis akad
tabarru’ dapat diinvestasikan.
-
Klaim
a. Klaim yang dibayarkan berdasarkan akad
yang disepakati pada awal perjanjian;
b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah,
sesuai dengan premi yang dibayarkan
c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya
merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya
d. Klaim akad tabarru’ merupakan hak
peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas disepakati dalam akad.
-
Investasi
a. Perusahaan selaku pemegang amanah
wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul;
b. Investasi wajib dilakukan sesuai
dengan syariah.
-
Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan
reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinisp syariah.
-
Pengelolaan
a. Pengelolaan asuransi syariah hanya
boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang befungsi sebagai pemegang amanah.
b. Perusahaan asuransi syariah memperoleh
bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad ijarah
(mudharabah)
c. Perusahaan asuransi syariah memperoleh
ujrah (fee) dari pengelolaan akad tabarru’.
-
Ketentuan
tambahan
a. Implementasi dari fatwa ini masih
selalu dionsultasikan dan diawasi oleh DPS.
b. Jika salah satu pihak tidak menuanikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Bada Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
melalui musyawarah.
c. Fatwa ini berlaku sejak tanggal
ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
[1]
Dr. Muhammad Firdaus NH, dkk., Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah :
Fatwa-fatwa Syariah Kontemporer,
(Renaisan : Jakarta, 2005), h. 60.
Artikel Lain : Pelatihan Asuransi Syariah, Pertimbangan syariah ada Asuransi di Indonesia
Artikel Lain : Pelatihan Asuransi Syariah, Pertimbangan syariah ada Asuransi di Indonesia
Komentar
Posting Komentar