Kebolehan sebagaimana judul di atas
telah dibahas oleh Musthafa Dib Al Bugha seorang guru besar Universitas
Damskus, Pakar Fikih Imam Syafi’i menyebutkan bahwa gharar dapat berpengaruh
pada transaksi apabila manusia tidak membutuhkannya secara mendesak. Jika ada
kebutuhan mendesak, gharar dapat diabaikan sekalipun intensitasnya tinggi
(gharar katsir). Hal ini disebabkan semua akada yang disyariatkan untuk
memenuhi kebutuhan hajat manusia. Prinsip syariat yang disepakati ini adalah
menghilangkan kesulitan manusia (dengan memenuhi hajatnya) berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya
: “...Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj [22] : 78)
Selanjutnya
Dr. Musthafa Dib Al-Bugha menjelaskan bahwa melarang manusia untuk melakukan
transaksi yang sangat mereka butuhkan akan mengakibatkan mereka dalam
kesulitan. Oleh sebab itu, sebagai wujud sang pembuat syariat dan kasih
sayangNya kepada manusia, diperbolehkan manusia melakukan transaksi yang mereka
butuhkan sekalipun terdapat unsur gharar (ketidakpastian padanya).
Kemudian
apa sebenarnya makna hajat (kebutuhan) manusia
Hajat
(kebutuhan) adalah sesorang mengalami suatu keadaan yang kalau tidak melakukan
hal-hal yang dilarang akan terjebak dalam kesukaran dan kesulitan, tetapi tidak
sampai membuatnya mati. Hajat terhadap suatu akad dapat terjadi apabila
seseorang tidak melakukan akad tersebut, ia akan terjebak dalam kesulitan dan
kesukaran karena ada kemashlatan yang hilang.
Dalam
konteks asuransi, apakah ada hajat yang mendesak? Sekadar ada kebutuhan
terhadap akad gahar ini tidak cukup untuk menetapkan bahwa ke-gharar-annya
dapat diabaikan. Syarat kebutuhannya harus bersifat umum atau khusus dan harus
jelas (muta’ayyinah).
Kebutuhan
(hajat) yang bersifat umum adalah apabila hal yang bersangkutan dibutuhkan oleh
semua manusia, sedangkan hajat khusus apabila hal yang bersangkutan hanya
dibutuhkan oleh sekelompok orang tertentu, seperti hanya kebutuhan oleh
penduduk suatu negara tertentu atau orang yang memiliki pekerjaan tertentu.
Maksud
kebutuhan harus jelas (muta’ayyinah) adalah ketika semua cara yang dibolehkan
syariat untuk mewujudkan suatu maksud sudah ditempuh, namun tidak ada yang
dapat memenuhinya selain selain dengan menggunakan akad yang memiliki unsur
gahar. Kalau masih memungkinkan, lakukanlah akad yang tidak mengandung unsur
gahar. Sebetulnya, kebutuhan akad yang berunsur gharar tidak ada maka tidak
boleh dijadikan alasan (untuk melakukan akad gharar).
Kadang-kadang,
kebutuhan terhadap asuransi merupakan kebutuhan umum. Setiap manusia
membutuhkan sistem yang dapat menjaminnya untuk mendapatkan keamanan dan
ketenangan sejauh yang dapat dilakukan manusia. Apalagi zaman sekarang,
tuntutan dan keseulitan hidup semakin banyak. Bencana dan musibah tiba-tiba
sering terjadi. Namun kebutuhan asuransi konvensional dalam bentuknya yang
paling mutakhir sekalipun dibutuhkan umum, statusnya tidak dapat dipastikan
(ghair muta’ayyinah). Kaidah Islam harus mentapkan terlarang. Selain unsur
ghararnya yang sangat kental, juga bukan kebutuhan yang begitu mendesak karena
kita masih bisa memelihara esesnsi dari asuransi dan mengambil manfaat dari
kelebihan-kelebihan sistem transaksi ini sambil tetap berpegang pada
kaidah-kaidah fikih Islam.
Artikel Lain : Komparasi Asuransi Syariah, Perkembangan Asuransi di Indonesia
Artikel Lain : Komparasi Asuransi Syariah, Perkembangan Asuransi di Indonesia
Komentar
Posting Komentar