Asuransi dalam Islam merupakan hal yang
dianjurkan oleh syariat.[1]
Asuransi dengan pendekatan taawun menurut Al-Bugha sudah disepakati bersama
mengenai kebolehannya, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Oleh karena itu, bagi orang yang menjalankannya, insyaAllah akan
mendapatkan pahala kerena saling tolong menolong satu sama lain.
Setiap Nasabah yang menyerahkan hartanya
dengan tulus ikhlas, berharap hartanya jadi modal perusahaan untuk menolong
nasabah saat dibutuhkan. Dan nasabah pada hakikatnya menyerahkan dananya
merupakan suatu kebajikan (tabarru’) untuk digunakan oleh seluruh peserta
asuransi (nasabah perusahaan Asuransi) yang membuthkan sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati bersama.
Asuransi ini dalam Islam termasuk kategori
akad tabarru’at (pemberian atau sedekah), lebih mengutamakan kebaikan daripada
untung ruginya. Orang-orang yang bergabung dalam asuransi ini tidak hanya
mengejar keuntungan, namun bertujuan saling meringankan beban. Namun menurut Musthafa
Dib Al-bugha, jenis akad tabarru’ ini memiliki ciri yang khas, jika
dibandingkan dengan literatur fiqih Islam yang sudah dikenal lebih dulu.
Tabel1
Perbedaan
Asuransi Syariah VS Konvensional
Asuransi Konvensional
|
Asuransi Syariah (Ta’awun)
|
Posisi asuransi konvensional, posisi
tertanggung tidak sama dengan posisi penanggung yang selamanya mengejar
keuntungan
|
Asuransi tidak selamanya mengejar
keuntungan.
|
Tujuan asuransi konvensional adalah komersil
|
Tujuan pelakunya saling tolong
menolong dalam menghadapi musibah. Yang merupakan tujuan sosial (ta’awun).
|
Dalam praktiknya, tertanggung adalah
orang yang membayar premi asuransi (nasabah)
|
Dalam Asuransi Ta’awun pada
praktiknya tertanggung menanggung diri mereka sendiri
|
Penanggung adalah perusahaan atau
pihak yang akan menanggung jaminan kerugian bila terjadi klaim dengan adanya
bukti asuransi (polis) sesuai kesepakatan
|
Tugas penanggung (perusahaan) hanya
mengatur proses tolong menolong ini dan memberikan perlindungan dengan
masyarakat tertanggung dengan posisi penengah sebagai manajer atau
administrator
|
Sumber : Musthafa Dib Al-Bugha, Buku Pintar
Transaksi Syariah : Menjalin kerjasama Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya
Berdasarkan Panduan Islam, Penerjemah : Fakhri Ghafur, Hikamah : Jakarta, 2010.
[1] Musthafa
Dib Al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah : Menjalin kerjasama Bisnis dan
Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, Penerjemah : Fakhri
Ghafur, (Hikamah : Jakarta, 2010), h. 86.
Artikel Lain : pengetian asuransi, Perkembangan Asuransi di Indonesia
Artikel Lain : pengetian asuransi, Perkembangan Asuransi di Indonesia
Komentar
Posting Komentar